Total damage tiket pesawat untuk berdua dari Taichung ke Hanoi jadi sekitar Rp 1.400.000,- one way.<\/strong> Maskapai VietJet. Please note, harga ini tanpa bagasi terdaftar ya. Aku hanya pakai bagasi kabin 7 kg.<\/p>\n\n\n\nNo Bai International Airport<\/strong> sudah modern, dan desain luarnya mirip banget sih Terminal T3 Ultimate di Jakarta. Sampai rasanya deja vu hahaha. Vietnam masih termasuk negara ASEAN, sehingga WNI tidak perlu visa asal stay tidak lebih dari 30 hari<\/strong>. Saat di imigrasi, tinggal kasih paspor saja. Petugasnya hanya tanya, “How long will you stay here?” dan kujawab “A week.” Tanpa babibu lagi, langsung dicap paspornya.<\/p>\n\n\n\nPesawat kami mendarat di malam hari sekitar jam 20.00. Dari hasil baca-baca blog, untuk transportasi dari airport ke hostel ada bus umum yang murah walau jarak tempuhnya panjang. Tapi karena sudah malam, kami sudah capek dan bawa backpack berat juga, jadi pilih naik Grab car. <\/strong>Tinggal keluar ke kedatangan dan order via app, tujuannya ke hostel kami di daerah Old Quarter. Tarif Grab-nya saat itu VND 280.000 (sekitar Rp 17<\/strong>0.000,-).<\/strong><\/p>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\nArrival Hall No Bai Airport<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\nArea luar setelah arrival hall. Mirip banget T3 Soetta kan?<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n<\/p>\n\n\n\n
TUKAR UANG DI VIETNAM<\/strong><\/h4>\n\n\n\nDi airport aku sempat tukar uang di money changer<\/strong>. Aku memang bawa beberapa ratus uang USD, dan malas tarik ATM karena kena charge. Sebenarnya aku jarang tukar USD kalau trip di luar negeri begini, tapi keburu galau kalau tarik ATM. Kalau tarik terlalu sedikit, nanti saat kurang mesti tarik lagi dan kena charge lagi. Kalau tarik terlalu banyak, takut nggak habis sedangkan uang Dong pasti nilainya rendah kalau ditukar ke Rupiah di Indonesia nanti. My indecisive a**. Beginilah kalau tidak tahu mau spend berapa, tapi juga nggak mau boros \ud83e\udd23<\/p>\n\n\n\nBagusnya sih, do your own research and decide a budget from the start. Jadi ambil ATM sekali aja biar gak kena charge berkali-kali. <\/strong>Tapi seringnya, aku ambil ATM 2-3 kali kalo ke luar negeri dan itu boros huhu. Kalau ke negara yang sudah maju sih mungkin lebih enak apa-apa bisa cashless dan pakai kartu saja untuk bayar-bayar.<\/p>\n\n\n\nSempat tukar USD lagi di money changer di Old Quarter<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\nRate tukar USD di airport No Bai lumayan oke kok, dan nggak terlalu jauh dari rate yang kusearch di Google saat itu.<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
BACKY POSH HOSTEL<\/strong><\/h4>\n\n\n\nUntuk di Hanoi, aku pilih stay di daerah Old Quarter<\/strong> karena tujuan wisataku di Hanoi kebanyakan dekat sana. Nanti kemana-mana tinggal jalan kaki saja. Old Quarter ini daerah touristy. Banyak banget pilihan hotel dan hostel, tapi aku pilih Backy Posh Hostel<\/strong> karena dekat dengan tempat bus untuk lanjut ke Da Nang nanti. Tak lupa setelah mengecek review di TripAdvisor, review-nya juga oke.<\/p>\n\n\n\nSource: Agoda.com<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\nBrowsing hostel di Hanoi pasti bahagia karena MURAH bangeeeet.<\/strong> Harga menginap semalam di Backy Posh Hostel cuma 60 ribuan aja per orang.<\/strong> Hostelnya bagus, bersih, dan lokasinya strategis. Harga hostel segini hampir nggak mungkin didapetin di Bangkok, apalagi Singapore. Yang aku kurang suka dari hostel ini cuma bunkbed-nya. Layout bunkbed-nya tipe bukaan di depan bukan di samping jadi agak sempit dan repot kalau mau naik turun.<\/p>\n\n\n\n<\/p>\n\n\n\n
OLD QUARTER AT NIGHT – CRAZY TRAFFIC!<\/strong><\/h4>\n\n\n\nSetelah check in, jam 22.30 malam kami keluar hostel untuk cari makan malam. Ternyata suasananya masih ramai!<\/p>\n\n\n\n
Satu hal yang mau kutekankan tentang jalanan di Hanoi (dan sepertinya seluruh Vietnam), traffic-nya gilaaaaa! Bukan macetnya tapi semrawutnya itu lho! Mobil dan motor sembarang nyelonong dengan kecepatan tinggi, sambil klakson pula.<\/strong> Jalan kaki di Hanoi jujur aja bikin stres takut keserempet. Kayaknya jalanan disana pakai hukum rimba. Dan ini terjadi pagi maupun malam hari.<\/p>\n\n\n\nOld Quarter at night<\/figcaption><\/figure><\/div>\n\n\n\nDeretan motor di sepanjang jalan. Kayak di Indonesia aja! Plat motor di Hanoi hanya ada di bagian belakang<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\nSejak ke Vietnam, aku merasa pengendara di Jakarta itu hitungannya mellow lho. Luar biasa sih. Harus cobain sendiri sensasinya jalan kaki di Hanoi!<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
MAKAN PHO<\/strong><\/h3>\n\n\n\nDari rekomendasi mbak staff hotel Backy Posh Hostel yang baik banget (dan cantik juga), kita menuju ke Pho 10<\/strong>. Katanya restoran Pho 10 ini resto pho paling enak dan populer di Old Quarter. Ternyata begitu sampai sana sudah tutup. Eh, tapi persis di sampingnya ada kios pho yang masih buka juga. Kepalang lapar, akhirnya kesana. Rasanya enak juga. Tapi harap dicatat, ini pho pertama kami di Vietnam jadi nggak punya standar. Dan karena lapar, apa aja juga enak sih hahaha.<\/p>\n\n\n\nOur first meal in Vietnam, pho!<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n<\/p>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\nDAY 2<\/strong><\/h3>\n\n\n\nPHO 10<\/strong><\/h3>\n\n\n\nKarena aku bangun siang, adikku akhirnya keluar hostel sendiri mencari sarapan hahaha. Akhirnya dia nyobain Pho 10<\/strong> yang kemarin kami datangi tapi keburu tutup. Katanya enak dan segar kuahnya. Lebih enak dari pho yang kami makan semalam. Kalo siang hari dan jam makan siang, Pho 10 antriannya mengular lho.<\/p>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\nAnother bowl of pho. VND 60.000 (sekitar Rp 36.000,-)<\/figcaption><\/figure><\/div>\n\n\n\n<\/p>\n\n\n\n
LUNCH @ GARDEN HOUSE RESTAURANT<\/strong><\/h4>\n\n\n\nHari kedua ini aku keluar hotel siang hari. Keenakan leyeh-leyeh di hostel. Setelah browsing TripAdvisor, kami pilih makan siang di Garden House restaurant.<\/strong><\/p>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\nMy favorite dish in Vietnam, spring roll! Yang basah ya. Ada yang udah digoreng juga tapi aku lebih suka yang ini.<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\nPilihan masakannya khas Asia Tenggara, Vietnamese food tapi agak mirip Thailand juga. Untuk lidah Indonesia, mestinya cocok makan disini. Masakannya enak tapi entah kenapa di lidahku agak terasa hambar? Entah memang Vietnamese food rasanya lebih plain dibanding masakan Indonesia, atau memang bumbunya sudah disesuaikan dengan lidah bule? Yang jelas, beberapa kali makan di Hanoi ngerasa masakannya kurang bumbu.<\/p>\n\n\n\n
Tapi restoran ini recommended sih, tempatnya bersih, nyaman, pilihan menunya banyak, harganya juga affordable.<\/p>\n\n\n\n
<\/p>\n\n\n\n
GIANG CAFE<\/strong><\/h4>\n\n\n\n<\/p>\n\n\n\n
THE HIGHLIGHT OF MY HANOI TRIP. EGG COFFEE!<\/strong><\/p>\n\n\n\nEgg coffee, my love.<\/figcaption><\/figure><\/div>\n\n\n\nGara-gara nonton reality show Korea, Salty Tour, yang episode ke Hanoi, aku jadi ke kafe ini. Menu andalannya adalah egg coffee atau kopi telur.<\/strong><\/p>\n\n\n\nDari Salty Tour juga, aku tahu sejarah egg coffee di Vietnam. Pada masa perang dulu, susu harganya mahal. Karena itu, mereka mengganti susu dengan telur sebagai campuran kopi.<\/strong> Ternyata rasanya enak! Dan sekarang jadi salah satu minuman khas di Hanoi.<\/p>\n\n\n\nAda 2 jenis egg coffee yang bisa dipesan di Giang Cafe, hot atau ice.<\/strong> Aku tentu pilih yang ice, dan AKU JATUH CINTA. Kirain bakal bikin eneg, tapi enggak sama sekali. Entah bagaimana mengolahnya, namun telurnya terasa seperti susu. Tidak amis. Aku pun habis 2 gelas. Besoknya juga balik kesini lagi untuk bungkus hehe. Harganya cuma VND 25.000 per gelas (sekitar Rp 15.000,-).<\/strong> Love!<\/p>\n\n\n\nGiang Cafe storefront<\/figcaption><\/figure><\/div>\n\n\n\n <\/figure><\/div>\n\n\n\nArea lantai dasar Giang Cafe<\/figcaption><\/figure><\/div>\n\n\n\nArea lantai atas<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\nMau balik ke Hanoi lagi untuk minum ini sih<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\nGiang Cafe ini populer sekali dan hampir tidak pernah sepi. Agak susah cari kursi disini, terutama kalau datang berbanyak. Karena kami cuma berdua, lumayan gampang dapat kursinya. Ada 2 lantai untuk duduk di Giang Cafe, aku rekomen duduk di lantai atas karena lebih lega.<\/p>\n\n\n\n
Bisa takeaway juga<\/figcaption><\/figure><\/div>\n\n\n\n<\/p>\n\n\n\n
THE NOTE COFFEE<\/strong><\/h4>\n\n\n\nThe Note Coffee<\/strong> ini sudah lama nongkrong di kolom ‘save’ ku di Instagram. Kafe unik di Hanoi yang seluruh ruangannya dipenuhi notes warna-warni. <\/strong>Unik ya?<\/p>\n\n\n\n\nhttps:\/\/www.instagram.com\/p\/BvbghYLANuT\/\n<\/div><\/figure>\n\n\n\n
The Note Coffee lokasinya persis di area Hoan Kiem Lake, strategis sekali di tengah Old Quarter. Bentuknya agak mirip ruko, area duduknya ada sekitar 4 lantai.<\/p>\n\n\n\n
Pilih meja di dekat jendela, supaya bisa duduk-duduk di sore hari sambil ngopi dan melihat pemandangan danau.<\/p>\n\n\n\nHoan Kiem Lake area<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\nThe view<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\nDAY 3<\/strong><\/h4>\n\n\n\nSEREIN CAFE<\/strong><\/h4>\n\n\n\nPenasaran dengan cafe yang punya pemandangan Long Bien Bridge<\/strong>, aku pun mampir ke Serein Cafe<\/strong>. Cukup jalan kaki saja dari hostel, nggak terlalu dekat sih. Tapi cuaca Hanoi yang adem bikin rasanya fine-fine saja jalan jauh.<\/p>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\nLong Bien Bridge ini didesain oleh Gustave Eiffel<\/strong>, desainer yang sama yang mendesai menara Eiffel di Paris, Perancis. Pada masa perang Vietnam, jembatan ini rusak cukup parah dan hanya tersisa sebagian.<\/p>\n\n\n\nThis is one of unique feelings you get in Hanoi. Ada cita rasa Eropa sekaligus vintage di tiap sudut kotanya.<\/p>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n<\/p>\n\n\n\n
ST. JOSEPH’S CATHEDRAL<\/strong><\/h4>\n\n\n\nKatedral bergaya gothic masih di area Hoan Kiem Lake. St. Joseph’s Cathedral ini salah satu bangunan ikonik di Hanoi. Arsitekturnya dibuat dengan gereja Notre Dame Paris sebagai referensi, sehingga desainnya mirip.<\/p>\n\n\n\n
Di sekitaran St. Joseph’s Cathedral ini banyak kafe-kafe asyik buat nongkrong juga.<\/p>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n<\/p>\n\n\n\n
TRAIN STREET HANOI<\/strong><\/h4>\n\n\n\nDi negara Asia Tenggara, jalanan sempit dengan rel kereta di tengah dan perumahan di kanan kiri adalah pemandangan umum. Tapi di Hanoi, Train Street <\/strong>ini jadi spot wisata. Mungkin kebanyakan turis barat yang kesana amazed<\/em> ya dengan pemandangan ini?<\/p>\n\n\n\n\nhttps:\/\/www.instagram.com\/p\/ByZ5P_8DrrR\/\n<\/div><\/figure>\n\n\n\n
Di kanan kiri rel kereta dipenuhi kafe-kafe untuk nongkrong. Duduk-duduk di kursi plastik sambil menghirup kopi atau bir. Kalau kereta lewat, ya harap minggir dulu. Untungnya sih kereta hanya lewat beberapa kali dalam sehari. Berikut jadwalnya:<\/p>\n\n\n\n
Senin-Jumat (weekdays):<\/strong> 06.00, 19.00<\/li>Sabtu-Minggu (weekends):<\/strong> 09.15, 11.30, 15.20, 17.45, 18.40, 19.00<\/li><\/ul>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\n<\/p>\n\n\n\n
KULINER VIETNAM DI HANOI<\/strong><\/h4>\n\n\n\nSalah satu makanan khas Vietnam, banh mi.<\/strong> Ini mirip banget sandwich dengan roti model baguette yang dibelah dua.<\/p>\n\n\n\nPit stop for Banh Mi<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\n <\/figure>\n\n\n\nKios banh mi ada banyak sekali tersebar di Old Quarter. Ini salah satu pilihan makanan favoritku di Vietnam karena gampang makannya, bisa sambil jalan. Bisa disimpan juga buat perjalanan. Aku pun beli ini buat dimakan di sleeper bus nanti malam.<\/p>\n\n\n\n
VND 25.000 aja (sekitar Rp 15.000,-)<\/figcaption><\/figure><\/div>\n\n\n\nNggak tahu menu apa. Masuk warung makan cuma kasih jari 2. 2 mangkok maksudnya hahaha<\/figcaption><\/figure>\n\n\n\nMakan spring roll lagi di resto dekat Sapa Bus<\/figcaption><\/figure><\/div>\n\n\n\n<\/p>\n\n\n\n
SLEEPER BUS TO DA NANG<\/strong><\/h4>\n\n\n\nKota tujuan keduaku di Vietnam adalah Da Nang.<\/strong> Dari Hanoi ke Da Nang, aku pilih naik sleeper bus<\/strong>. Perjalanannya memang panjang, sekitar 17 jam di bus. Tapi paling murah dibanding moda transportasi lain, tiketnya sekitar Rp 250.000,- per orang one way. Aku beli via 12Go.com<\/strong><\/a>.<\/p>\n\n\n\n